Pages

Kamis, 03 Maret 2016

Memahami dengan mudah 3 Jenis Tauhid

Memahami dengan mudah 3 Jenis Tauhid
(Oleh : Ustadz Hudzaifah Hafidzahullahu ta'ala)


سم الله الرحمن الحيم


Kaum Muslimin rahimakumullah.

Tauhid adalah etimologi yang berasal dari bahasa Arab, yaitu kata asal dari pecahan kata wahhada – yuwahhidu – tauhidan, artinya: menjadikan sesuatu menjadi satu.

Dan secara istilah mengandung makna: menjadikan Allah satu-satunya pada perkara yang khusus bagi-Nya, baik pada Rububiyyah (terkait dengan perbuatan yang khusus bagi-Nya), Uluhiyyah (penyerahan ibadah kepada-Nya), atau asma wa shifat (nama dan sifat yang hanya milik Allah).


Dari makna tauhid secara istilah ini maka tauhid itu ada tiga jenis yaitu tauhid rububiyyah yaitu menjadikan Allah satu-satunya dalam perbuatan-perbuatan-Nya yang ada dalam Al-Qur’an atau hadits yang shahih. Misalnya, disebutkan bahwa Allah adalah menciptakan segala sesuatu, mengatur segala sesuatu dan menguasai segala sesuatu.

Dia-lah yang memberikan rezeki kepada semua makhluk, menurunkan hujan, menggantikan siang menjadi malam, dan seterusnya dari perbuatan-perbuatan Allah yang disebutkan di Al-Qur’an atau hadits yang shohih. Dan banyak dari Al-Qur’an  yang menjelaskan hal ini.

Dan tauhid Uluhiyyah adalah menjadikan Allah satu-satunya yang disembah, yang diibadahi, diminta, ditujukan pada-Nya seluruh do’a dan hajat, diserahkan kepada-Nya segala jenis ibadah yang dilakukan oleh setiap hamba.

Sholat, puasa, zakat, haji dan Umroh, nadzar, sedekah, infak, membaca Al-Qur’an dan seterusnya dari jenis-jenis ibadah yang dhzohir, ataupun yang batin seperti tawakkal, rasa takut, harapan, kecintaan, khusyu’nya hati dan selainnya. Jika semua ibadah tersebut diserahkan oleh seseorang kepada Allah semata, maka ia telah mewujudkan tauhid uluhiiyah.

Adapun tauhid asma wa shifat, adalah penetapan yang khusus bagi Allah dari nama dan sifat yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits yang shohih.

Misalnya, Allah juga memiliki nama seperti Ar-Rohman, Ar-Rohim, Al-Malik, Al-Quddus, Al-Muhaimin, Al-‘Aliim, Al-Khobiir, Al-Ahad, Al-Haq, Al-Mudabbir, Al-Muhyi, Al-Mumit, Al-Aziz, Al-Hakim, dan seterusnya. Dan juga disebutkan bahwa Allah memiliki sifat seperi mencintai, murka, senang, berada di ketinggian, membalas perbuatan baik dan jelek, mendengar, melihat, berbicara, dan seterusnya.

Semua nama dan sifat yang khusus tersebut hanya ditetapkan bagi Allah semata, tanpa menolak maknanya, memalingkan atau menta’wilkan dengan makna yang berbeda dari lahiriyyahnya atau menyerupakan dengan makhluk.

Kaum muslimin rahimakumullah!.

Ketahuilah bahwasanya, dari ketiga jenis tauhid tersebut yang diserukan oleh para nabi dan Rasul kepada umat manusia adalah tauhid Uluhiyyah, adapun dua tauhid yang lain, adalah perkara fitrah yang makhluk selama hati dan akalnya sehat pasti menetapkannya.

Dan juga, dengan tauhid uluhiyyah pasti akan melahirkan dua tahuid lainnya, namun tidak sebaliknya, bertauhid rububiyyah dan asma wa shifat belum tentu bertauhid uluhiyyah, dan tidak bermanfaat sama sekali dua jenis tauhid tersebut bagi seorang hamba jika tidak bertauhid dengan tauhid Uluhiyyah.
Berikut beberapa dalil yang menunjukan hal tersebut, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22

“Wahai sekalian manusia, beribadahlah hanya kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu membuat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” QS. Al-Baqarah: 21-22.

Kalimat perintah yang pertama kali yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah ayat di atas, perintah untuk beribadah hanya kepada Allah semata, dan Allah sebutkan diantara alasan perintah tersebut yaitu karena rububiyyah-nya Allah, bahwa karena Allah yang telah mejadikan bumi, menurunkan hujan, menjadikan berbagai tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan untuk manusia, dan ini adalah merupakan rububiyyah atau perbuatan Allah semata, oleh karena itulah hendaknya manusia beribadah hanya kepada-Nya semata.

Kemudian di akhir ayat, Allah tutup dengan menyebutkan bahwa larangan untuk berbuat kesyirikan, namun justru larangan ini nyata-nyata dilakukan oleh manusia yang mengakui akan rububiyyah Allah tersebut sebagaimana yang Allah singgung di akhir ayat tersebut. Artinya, pengakuan akan rububiyyah tersebut tetaplah harus dengan didasari dengan tauhid uluhiyyah dengan beribadah hanya kepada Allah, jika tidak maka tetaplah belum dikatakan telah bertauhid kepada Allah dengan benar.

Syaithan juga mengakui tauhid Rububiyyah dan Asma’ wa Shifat bagi Allah Ta’ala.

Terdapat dalam beberapa ayat, bagaimana pengakuan Syaithan akan rububiyyah dan asma wa shifat bagi Allah:

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaithan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", tatkala manusia itu telah kafir, ia (syaithan) berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam". QS. Al-Hasyr: 16.

Dalam ayat ini, Syaithan mengakui dan mengungkapkan akan rasa takutnya kepada Allah dan Allah adalah Rabb semesta alam, ini adalah pengakuan rububiyyah bagi Allah dari Syaithan.
Dalam ayat lainnya:

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83 

“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka”. QS. Shod: 82-83.

Dalam ayat tersebut, Syaithan mengakui dan mengungkapkan salah satu sifat bagi Allah, yaitu Al-Izzah atau yang Maha memiliki Kekuasaan.

Dengan demikian, Syaithan mentauhidkan Rububiyyah dan Asma’ wa Shifat bagi Allah, namun ternyata pengakuan Iblis dan bala tentaranya syaithon akan rububiyyah serta asma wa shifat bagi Allah, tetaplah laknat Allah bagi mereka, sehingga tidak ada manfaatnya sedikitpun baginya, lihatlah Allah berfirman kepada Syaithan:


قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (77) وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ ( 78

"Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; Sesungguhnya kamu terkutuk, laknat-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan". QS. Shod: 77-78.

Pengakuan hanya sebatas rububiyyah dan asma wa shifat ternyata tidak melahirkan tauhid uluhiyyah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kaum musyrikin jahiliyyah juga mengakui tauhid Rububiyyah dan Asma’ wa Shifat bagi Allah.

Demikian juga, keadaan orang-orang musyrik di zaman jahiliyyah, yang Rasulullah diperintahkan untuk memerangi mereka menyeru mereka agar masuk Islam, ternyata juga mengakui akan dua tauhid tersebut. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” QS. Al-Ankabut: 61.

Dalam ayat lainnya:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Al-‘Aziiz Al-‘Aliim (yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui)". QS. Zukhruf: 9.

Dan juga dalam ayat lain:

(وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (87) وَقِيلِهِ يَارَبِّ إِنَّ هَؤُلَاءِ قَوْمٌ لَا يُؤْمِنُونَ (88) فَاصْفَحْ عَنْهُمْ وَقُلْ سَلَامٌ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (89 

"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", Maka Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?, dan (Allah mengetabui) Ucapan Muhammad: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman". Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan Katakanlah: "Salam (selamat tinggal)." kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk).” QS. Zukhruf: 87-89.

Pengakuan mereka akan rububiyyah dan asma wa shifat yang tidak bermanfaat sedikitpun bagi mereka.

Dengan demikian, jelaslah bahwasanya yang terpenting dan paling utama adalah tauhid Uluhiyyah, dengan bertauhid uluhiyyah sudah tentu terkandung keyakinan akan tauhid rububiyyah dan asma’ wa shifat.

Adapun tauhid rububiyyah, atau bertauhid asma’ wa shifat atau bertahuid dengan dua tauhid, rububiyyah dan asma’ wa shifat, jika tidak dengan juga bertauhid uluhiyyah maka tidaklah bermanfaat sama sekali.

Karena itulah, amanah bagi para nabi dan Rasul adalah hanyalah menyeru manusia untuk mempersembahkan ibadah kepada Allah semata, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain-Nya, inilah tauhid Uluhiyyah.

Bukanlah titik berat pada seruan mereka pada tauhid rububiyyah atau asma’ wa sifat.

Allah ta’ala menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

"Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka beribadahlah kalian hanya kepada-Ku". QS. Al-Anbiyaa: 25.

Dan juga dalam firman-Nya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thoghut (segala yang disembah selain Allah)”. QS. An-Nahl: 36.

Seluruh nabi dan Rasul diutus untuk menyerukan tauhid uluhiyyah, demikianlah dari awal hingga akhir nabi besar Muhammad shalallahu’alaihi wassalam beliau mengumandangkan dengan lisannya yang mulia:

" يَا أَيُّهَا النَّاسُ، قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تُفْلِحُوا "

“Wahai sekalian manusia!, katakanlah: “Tidak ada yang berhak di-ibadahi selain Allah semata”, pasti kalian akan beruntung”. HR. Ahmad dalam Musnad: 15448.

Kaum muslimin rahimakumullah.

Dari penjelasan ringkas ini, dapat kita ambil pelajaran bahwa yang paling terbesar dan utama untuk kita wujudkan terkait dengan hak Allah Subhanahu wa ta ‘ala adalah tauhid uluhiyyah, yaitu menyerahkan segala jenis ibadah kepada-Nya.

Demikian juga, sebagai pelajaran bagi kita bahwasanya tidak akan bermanfaat mengakui dan beriman bahwa Allah itu adalah tuhan semesta alam, yang maha berkuasa, yang memberikan rezeki, dan selainnya, atau bahkan melaksanakan sholat, puasa, haji, zakat dan sedekah tetapi jika masih melakukan kesyirikan dengan mendatangi dukun, bertawakkal dan menggatungkan jimat, meminta berkah kepada mayat yang telah dikubur, berdoa kepada selain Allah, menganggap baik atau sial dengan sesuatu selain Allah, sebab perbuatan tersebut teranggap telah mempersembahkan uluhiyyah kepada selain Allah.

Dan penjelasan ini juga membuat kita termotivasi untuk mempelajari apa dan bagaimana tauhid uluhiyyah tersebut, serta apa dan bagaimana perbuatan syirik itu, sehingga jangan sampai keimanan kita ternyata bercampur dengan dosa kesyirikan yang membuat kesengsaraan di dunia dan akhirat, membuat dia-sia semua amal-ibadah yang selama ini kita kerjakan.

Wallahu’alam.

Catatan : Silahkan di Share dengan mencantumkan sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar